Muhasabah Diri Memasuki 1444 Hijriyah
Oleh. Maulana Ishak
Dari Umar, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; barangsiapa niat hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan.” (HR. Bukhari).
Maka di Tahun 1444, kita bisa memakai semangat hijrah ini untuk menjadi pribadi yang lebih baik, lebih bermanfaat, lebih taat, lebih kuat, dan lain sebagainya. Hijrah dalam arti Maknawiyah atau Makaniyah atau keduanya sekaligus.
Dalam arti Maknawiyah Rasulullah SAW pernah memberikan arahan bahwa “Barang siapa hari ini lebih baik dari hari kemarin, dialah tergolong orang yang beruntung, Barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin dialah tergolong orang yang merugi dan Barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin dialah tergolong orang yang celaka.”
Untuk menjelaskan tentang Hijrah dalam arti Makaniyah atau pindah lokasi, saya ingin menceritakan kisah seorang pembunuh di zaman Nabi Musa as yang kita sebut dengan Kisah Israiliyat, berikut Kisahnya :
Dahulu pada masa sebelum kalian ada seseorang yang pernah membunuh 99 jiwa. Lalu ia bertanya tentang keberadaan orang-orang yang paling alim di muka bumi. Namun ia ditunjuki pada seorang rahib (pendeta). Lantas ia pun mendatanginya dan berkata, “Jika seseorang telah membunuh 99 jiwa, apakah taubatnya diterima?” Rahib pun menjawabnya, “Orang seperti itu tidak diterima taubatnya.” Lalu orang tersebut membunuh rahib itu dan genaplah 100 jiwa yang telah ia renggut nyawanya.
Kemudian ia kembali lagi bertanya tentang keberadaan orang yang paling ‘alim di muka bumi. Ia pun ditunjuki kepada seorang ‘alim. Lantas ia bertanya pada alim tersebut, “Jika seseorang telah membunuh 100 jiwa, apakah taubatnya masih diterima?” Orang alim itu pun menjawab, “Ya masih diterima. Dan siapakah yang akan menghalangi antara dirinya dengan taubat? Beranjaklah dari tempat ini dan ke tempat yang jauh di sana karena di sana terdapat sekelompok manusia yang menyembah Allah Ta’ala, maka sembahlah Allah bersama mereka. Dan janganlah kamu kembali ke tempatmu (yang dulu) karena tempat tersebut adalah tempat yang amat jelek.”
Laki-laki ini pun pergi (menuju tempat yang ditunjukkan oleh orang alim tersebut). Ketika sampai di tengah perjalanan, kematian pun menjemputnya. Akhirnya, terjadilah perselisihan antara Malaikat Rahmat dan Malaikat Azab. Malaikat Rahmat berkata, “Orang ini datang dalam keadaan bertaubat dengan menghadapkan hatinya kepada Allah”. Namun Malaikat azab berkata, “Orang ini belum pernah melakukan kebaikan sedikit pun”.
Lalu datanglah Malaikat lain dalam bentuk manusia, mereka pun sepakat untuk menjadikan malaikat ini sebagai pemutus perselisihan mereka. Malaikat ini berkata, “Ukurlah jarak kedua tempat itu (jarak antara tempat jelek yang dia tinggalkan dengan tempat yang baik yang ia tuju. Jika jaraknya dekat, maka ia yang berhak atas orang ini.” Lalu mereka pun mengukur jarak kedua tempat tersebut dan mereka dapatkan bahwa orang ini lebih dekat dengan tempat yang ia tuju. Akhirnya, ruhnya pun dicabut oleh Malaikat rahmat.”
Semangat Hijrah pada Tahun Baru Hijriyah harus menjadi sebuah semangat untuk bertanya dalam diri kita, yaitu
- Dalam arti Maknawiyah : Apakah kita sudah menjadi pribadi yang lebih baik dari tahun ke tahun?
- Dalam arti Makaniyah : Apakah lingkungan kita saat ini sudah mampu memberikan dorongan untuk melakukan kebaikan?
Tidak perlu dijawab, mari kita Muhasabah di Tahun Baru Hijriyah, 1 Muharram 1444.